Ciputat (Syahida Inn, UIN Jakarta), 14 Juli 2025 — Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Forum Kepala Pusat Penelitian (Kapuslit) LP2M PTKIN resmi dibuka oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A.
Dalam sambutannya, Direktur menegaskan arah baru kebijakan riset PTKI menjelang tahun 2026, yang menitikberatkan pada penguatan kajian keagamaan, di samping pengembangan riset STEM sebagai amanat strategis nasional.
Menurut Prof. Sahiron, riset-riset keagamaan di PTKI—seperti keushuluddinan, kesyariahan, ketarbiyahan, hingga kedakwahan—perlu terus diperkuat. Tema-tema kekinian seperti Ecotheology, hukum Islam dalam konteks sosial, dan pendidikan Islam berbasis transdisipliner perlu dijadikan prioritas.
Kajian tersebut bisa dikembangkan berbasis kefakultasan, keprodian, atau menjawab isu-isu mutakhir. Ia juga menginstruksikan kepada Kasubdit untuk merumuskan kebijakan afirmatif guna menghidupkan kembali riset keagamaan di PTKI.
Meski demikian, Prof. Sahiron menekankan bahwa riset berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) tetap menjadi bagian penting dari mandat nasional yang tidak boleh diabaikan. “Ini adalah amanat Presiden,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Sahiron juga mengumumkan inisiatif pengembangan riset kolaboratif internasional melalui skema MoRA Air Fund, yang akan melibatkan kerja sama dengan Leiden University dengan pendanaan dari LPDP melalui Puspenma Kemenag.
Skema ini juga akan diperluas melalui kerja sama dengan British Council, dengan model matching fund—dimana kedua pihak menyumbang dana riset secara proporsional.
“Proposal riset dari PTKIN akan diajukan ke DIKTIS, kemudian didiskusikan dan disusun ulang bersama peneliti Inggris sebelum difinalisasi. Riset ini sangat kompetitif, tidak hanya dari segi konten, tetapi juga struktur bahasa Inggrisnya,” ungkapnya.
Topik yang akan diangkat dalam riset ini meliputi ecology/ lingkungan, natural sciences, humanities, medicine, dan religious studies.
Prof. Sahiron juga menyebut bahwa akademisi terkemuka seperti Greg Barton tertarik ikut serta dalam skema ini, mengusung dua perguruan tinggi sekaligus, yakni Deakin University dan Lancaster University, dengan fokus riset pada pesantren dan kajian humanities.

Selain kerjasama dengan Inggris, DIKTIS juga sedang merancang skema kerja sama dengan Jerman, mencakup kegiatan workshop internasional, konferensi internasional, short course, program post-doctoral, maupun program lainnya yangs serupa.
Jerman dinilai memiliki kedalaman dalam studi teks, serupa dengan Maroko yang unggul dalam kajian keislaman. Semua pembiayaan skema kerjasama ini akan dikelola oleh Puspenma.
Prof. Sahiron juga menekankan pentingnya riset yang berdampak, baik untuk pengembangan keilmuan maupun penyelesaian masalah sosial-keagamaan.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya publikasi internasional dengan kolaborator dari luar negeri, agar riset PTKI juga lebih dikenal dan disitasi oleh masyarakat akademik internasional.
“Banyak publikasi kita yang sudah masuk Scopus, tapi tidak banyak yang dibaca atau dikutip. Kita perlu mengubah ini,” ujar Prof. Sahiron, sambil mencontohkan pengalamannya sendiri menulis artikel tentang hukum Islam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Turki dan digunakan sebagai referensi di perguruan tinggi di Turki.
Menanggapi kurang lengkapnya fasilitas referensi di perpustakaan PTKIN, Prof. Sahiron juga mendorong adanya sistem terintegrasi antar perpustakaan PTKIN—baik fisik maupun digital—yang memungkinkan saling berbagi koleksi literatur. “Kita butuh semacam aplikasi bersama agar referensi di satu PTKIN bisa diakses oleh PTKIN lainnya,” ujarnya.
Dalam sesi tanya jawab bersama Prof. Sahiron, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengusulkan agar DIKTIS menjalin kerja sama strategis dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) guna mengakses koleksi referensi internasional yang dilanggan oleh Perpusnas.
Sementara itu, masih dalam sesi tanya jawab tersebut, Ketua Forum Kapuslit PTKIN, Dr. Anton, menyampaikan kekhawatiran dari PTKIN wilayah timur yang kesulitan bersaing dalam skema riset kompetitif.
Ia mengusulkan adanya kolaborasi antar PTKIN dengan menggandeng PTKIN wilayah Timur, serta kebijakan afirmatif dan akses kolaborasi dengan lembaga riset internasional DIKTIS.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Sahiron menyatakan akan menindaklanjuti usulan baik tersebut dan mencatat pentingnya memberikan afirmasi pelatihan dan skema khusus bagi PTKIN di kawasan timur, khususnya melalui kerja sama regional di Asia Tenggara.
Rakornas Forum Kapuslit PTKIN tahun ini menjadi momentum penting untuk menyelaraskan arah kebijakan riset, mendorong internasionalisasi, dan memperkuat kolaborasi antarlembaga.
Di akhir sambutannya, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A. menyampaikan harapannya agar Rakornas Forum Kapuslit PTKIN tahun ini dapat menghasilkan usulan-usulan strategis dan rekomendasi substantif yang dapat memperkuat arah kebijakan riset di lingkungan PTKI.
Prof. Sahiron menegaskan bahwa DIKTIS sangat terbuka terhadap berbagai masukan dari para Kapuslit, akademisi, dan peneliti PTKIN, sebagai bentuk komitmen bersama dalam membangun ekosistem riset yang semakin kolaboratif, kompetitif, dan berdampak.
“Silakan ajukan saran, ide, dan bahkan kritik yang membangun. Kami di DIKTIS tidak menutup diri. Rekomendasi dari forum ini sangat kami butuhkan,” ujarnya.
Dengan mengucap basmalah, Direktur secara resmi membuka Rakornas Forum Kapuslit PTKIN 2025 yang mengusung tema “Memperkuat Ekosistem Riset Berdampak di PTKIN: Inovasi, Integrasi, Kolaborasi, dan Internasionalisasi” ini.
Kontributor: Lailatuzz Zuhriyah (Sekretaris Forum Kapuslit PTKIN)
